Ada beberapa batasan tentang model pembelajaran, antara lain:
Bell (1981) menyatakan bahwa: “A teaching/learning model is a generalized instructional process wich may be used for many different in a variety of subjects” Dari batasan Bell ini dapat dikatakan bahwa suatu model pembelajaran secara umum dapat diterapkan pada berbagai mata pelajaran. Hal ini tidak berarti bahwa suatu model pembelajaran cocok untuk setiap topik dalam suatu mata pelajaran.
Sedangkan Joice, Weil, & Showers (1992) mengemukakan :
“A model of teaching is a plan or pattern that we can use to design face-to-face teaching in class rooms or tutorial setting and to shape instructional materials-including books, films, tapes, computer-mediated programs, and curricula (long term courses of study). Each model guides us as we design instructional to help students achieve various objectives.” Menurut batasan dari Joice, dkk. ini, model pembelajaran merupakan petunjuk bagi guru dalam merencanakan pembelajaran di kelas, mulai dari mempersiapkan perangkat pembelajaran, media dan alat bantu, sampai alat evaluasi yang mengarah pada upaya pencapaian tujuan pelajaran. Lebih jauh Joyce, Weil dan Shower (1992) mengemukakan ada lima unsur penting sebagai uraian dari suatu model pembelajaran, yaitu (1) sintak, yakni suatu urutan kegiatan yang biasa juga disebut fase, (2) sistem sosial, yakni peranan guru dan siswa serta jenis aturan yang diperlukan, (3) prinsip prinsip reaksi, yakni memberi gambaran kepada guru tentang cara memandang atau merespons pertanyaan pertanyaan siswa, (4) sistem pendukung, yakni kondisi yang diperlukan oleh model tersebut, dan (5) dampak instruksional dan dampak pengiring, yakni hasil yang akan dicapai siswa setelah mengikuti pembelajaran.
Arends (1997) suatu model pembelajaran mengacu pada pendekatan pembelajaran yang akan diterapkan. Selain itu, juga mengacu pada lingkungan pembelajaran dan manajemen kelas.
Dalam kaitannya dengan pengembangan model pembelajaran tertentu, Plomp (1997) menunjukkan suatu model yang bersifat lebih umum dalam merancang pendidikan (termasuk pembelajaran). Ada 5 tahap yang dilalui dalam pengembangkan model, yaitu:
a. Tahap Pengkajian Awal
Tahap ini merupakan tahap analisis kebutuhan atau masalah yang mencakup (a) pengkajian teori-teori yang relevan, (b) pengidentifikasian informasi, (c) analisis informasi, (d) mendefinisikan/ membatasi masalah, dan (e) merencanakan kegiatan lanjutan.
b. Tahap Perancangan
Kegiatan pada tahap ini bertujuan untuk merancang penyelesaian masalah yang telah diidentifikasikan pada tahap pertama, Rancangan yang dibuat meliputi suatu proses yang sistematik dengan membagi bagi masalah besar menjadi masalah masalah kecil dengan rancangan pemecahannya masing masing, kemudian pada akhimya semua bentuk solusi dikumpulkan dan dihubung hubungkan kembali menjadi suatu struktur pemecahan masalah secara lengkap.
c. Tahap Realisasi/Konstruksi
Pada tahap ini dibuat prototipe, yaitu rancangan utama yang berdasarkan pada rancangan awal. Dalam konteks pendidikan, tahap kedua dan ketiga di atas disebut tahap produksi.
d. Tahap Tes, Evaluasi, dan Revisi
Tahap ini bertujuan mempertim bang kan mutu dari rancangan yang akan dikembangkan. Juga membuat keputusan melalui pertimbangan yang matang. Evaluasi mencakup proses menghimpun, memproses dan menganalisis informasi secara sistematis. Hal ini dilakukan untuk menilai kualitas pemecahan yang dipilih. Selanjutnya direvisi kemudian kembali kepada kegiatan merancang, dst. Siklus yang terjadi ini merupakan siklus umpan balik dan berhenti setelah memperolah pemecahan yang diinginkan.
e. Tahap Implementasi
Pada tahap ini pemecahan telah diperoleh setelah melalui evaluasi. Pemecahan tersebut dianggap memenuhi masalah yang dihadapi. Karena itu pemecahan yang dipilih dapat diimplementasikan atau diterapkan dalam situasi yang sesungguhnya.
Kelima tahap yang telah dideskripsikan di atas dapat disajikan dalam bentuk skema seperti gambar 1 berikut ini.
I
Gambar 1: The general model (Plomp, 1997)
Keterangan:
arah kegiatan timbal balik antara tahapan pengembangan dengan implementasi model-model pembelajaran yang berlangsung selama ini,
arah kegiatan tahapan pengembangan,
arah kegiatan balik ke tahapan pengembangan sebelumnya,
Model perancangan pendidikan yang dikemukakan oleh Plomp seperti pada skema di atas masih terlalu umum untuk diterapkan dalam pengembangan model pembelajaran tertentu. Oleh sebab itu, dipandang perlu untuk melakukan modifikasi yakni dipadu dengan tahapan pengembangan produk pendidikan oleh Nieveen (1999) dengan memperhatikan tiga aspek kualitas, yakni aspek kevalidan, aspek kepraktisan, dan aspek keefektifan. Selain itu, digunakan pula unsur-unsur model yang dikemukakan oleh Joice, Weil dan Shower (1992), yaitu sintak, sistem sosial, prinsip prinsip reaksi, sistem pendukung, dampak instruksional dan dampak pengiring.
Arends (1997) mengemukakan bahwa model pembelajaran berorientasi pada pendekatan pembelajaran yang akan digunakan, demikian juga pada tujuan pembelajaran, langkah langkah pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan manajemen kelas.
Karakteristik model pembelajaran menurut Arend, meliputi 4 hal, yaitu: (1) rasional teoretik yang disusun secara logis oleh pengembangnya, (2) landasan pemikiran tentang tujuan yang hendak dicapai dalam pembelajaran, (3) bentuk aktivitas mengajar yang diperlukan yang mendukung keterlaksaan model secara efektif, dan (4) suasana lingkungan belajar yang dapat menopang pencapaian tujuan pembelajaran.
Holmes (1995) menyebutkan tiga model pembelajaran matematika yang sering diterapkan, khususnya pada tingkat pendidikan dasar, yaitu: (1) pengajaran langsung, (2) pembelajaran interaktif, dan (3) pembelajaran kooperatif.
Terkait dengan sintaksis model, Arends (1997) dan Holmes (1995) masing masing telah membuat klasifikasi pengajaran langsung dengan 5 fase. Sintaksis model untuk kedua klasifikasi tersebut masing masing dapat dilihat pada Tabel 1. dan Tabel 2.
Tabel 1. Sintaksis Model Pengajaran Langsung Oleh Arends
F a s e Aktivitas Guru
1 Menyampaikan tujuan pelajaran dan mempersiapkan siswa Menyampaikan tujuan pelajaran, memberi informasi latar belakang pengajaran, dan menjelaskan pentingnya pelajaran tersebut. Sehingga siswa siap menerima pelajaran.
2. Mendemonstrasikan pengetahuan
Atau keterampilan. Mendemonstrasikan keterampilan dengan benar dan menampilkan informasi secara bertahap.
3. Memberikan latihan terbimbing Mengadakan latihan awal terstruktur secara bertahap.
4 Mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik Mengecek keberhasilan siswa dalam menyesaikan tugas dan memberikan umpan balik.
5. Memberikan perluasan latihan Melengkapi kondisi-kondisi untuk peduasan latihan untuk mentransfer ke situasi kehidupan nyata yang lebih kompleks.
Tabel 2. Sintaksis Model Pengajaran Langsung Oleh Holmes
F a s e Aktivitas Guru
1. Pengantar a. Menyatakan (menyampaikan) tujuan pelajaran.
b. Meninjau (review) prasyarat.
2. Penyajian a. Menjelaskan konsep atau tahap-tahap membagi materi pelajaran ke dalam tahap-tahap kecil untuk memudahkan pemahaman.
b. Menggunakan manipulasi yang diperlukan
c. Memberikan pertanyaan yang dihubungkan dengan penjelasan atau pemodelan.
3. Praktek terbimbing a. Memberikan tugas-tugas kepada siswa untuk diselesaikan
b. Bila diperlukan guru dapat menjelaskan kembali sehingga siswa dapat memberikan respons secara benar.
4. Praktek bebas a. Mengkondisikan siswa untuk bekerja secara bebas dalam mengembangkan konsep atau untuk latihan keterampilan.
b. Memberikan bantuan kepada siswa yang mengalami kesulitan mencapal tujuan.
5. Tinjauan khusus a. Mengadakan review mingguan dan bulanan terhadap konsep dan keterampilan yang diajarkan pada periode sebelumnya.
b. Memberikan tes kepada siswa secara rutin sebagal bagian dari review.
2. PENGEMBANGAN PERANGKAT PEMBELAJARAN
Dalam pengembangan perangkat pembelajaran umumnya ada tiga model rancangan pengembangan perangkat. Ketiga model tersebut secara singkat dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Model 4-D (Four D Models)
Model 4-D (four D Models) oleh Thiagarajan, Semmel, dan Semmel (1974), sesuai dengan namanya model ini terdiri dari empat tahapan dalam pengembangan perangkat yaitu; Define (Pendefinisian), Design (Perancangan), Develop (Pengembangan), and Disseminate (Penyebaran). Dalam penggunaannya, tahap pertama dari model 4-D dimulai dari Define (Pendefinisian). Kemudian diikuti dengan tahap Design, Develop, dan Disseminate. Untuk keperluan terbatas, misalnya hanya digunakan di sekolah sendiri, maka tahapan keempat yaitu penyebaran belum dilaksanakan. Tahapan ini digunakan apabila pengembangan perangkat digunakan pada skala yang lebih luas, misalnya untuk sekolah yang lain oleh guru yang lain. Selain itu, tujuan tahap Disseminate ini adalah untuk menguji efektivitas penggunaan perangkat dalam pembelajaran.
2. Model Dick dan Carey
Model Dick dan Carey oleh Dick Walter dan Lou Carey (1990), model ini terdapat beberapa komponen yang akan dilalui dalam proses perancangan pengembangan perangkat. Komponen-komponen tersebut adalah Identify Instructional (identifikasi tujuan), Conduct Intructional Analysis (melakukan analisis pengajaran), Identify Entry Behaviors, Characteristics (identifikasi tingkah laku awal), Write Performance Objectives (menulis tujuan kinerja), Develop Criterion-Referenced Test Items (pengembangan tes acuan patokan), Develop Instructional Strategy (pengembangan strategi penglajaran),
Develop and Instructional Materials (pengembangan dan memilih perangkat pengajaran), Design and Conduct Formative Evaluation (merancang dan melaksanakan tes formatif), Design and Conduct Sumative Evaluation (merancang dan melaksanakan tes sumatif).
3. Model Kemp
Model Kemp oleh Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994 ), menurut Kemp rancangan pengembangan perangkat pembelajaran merupakan suatu lingkaran yang kontinum. Rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model ini terdiri dari sembilan komponen tahapan dan tidak mempunyai titik awal tertentu.
Tiap-tiap langkah dalam rancangan pengembangan berhubungan secara langsung dengan aktivitas revisi, sehingga memungkinkan sejumlah perubahan dari segi isi atau perlakuan terhadap semua unsur tersebut selama program berlangsung. Pada model Kemp ini, seorang pengembang perangkat dapat memulai proses pengembangan dari komponen yang manapun dalam siklus yang berbentuk bulat telur tersebut. Namun karena kurikulum yang berlaku secara nasional berorientasi kepada tujuan pembelajaran (komptensi dasar dan tujuan pembelajaran khusus), maka proses pengembangan perangkat seyogyanya dimulai dari tujuan pembelajaran.
Kesembilan komponen tahapan model Kemp tersebut adalah Instructional Problems (masalah pengajaran), Learner Characteristics (karakteristik siswa), Task Analysis (analisis tugas), Instructional Objectives (tujuan pengajaran), Content Sequencing (urutan materi), Instructional Strategies (strategi pengajaran), Instructional Delivery (cara penyampaian pengajaran), Evalution Instrumens (instrumen evaluasi), dan Instructional Resources (sumber pengajaran).
Berdasarkan uraian dari ketiga model rancangan pengembangan perangkat pembelajaran di atas, pada dasarnya komponen-komponen dari ketiga model tersebut subtansinya sama, kalaupun ada perbedaan, maka perbedaan itu tidak terlalu prinsip. Ketiga model itu bertujuan agar perangkat pembelajaran yang dikembangkan benar-benar handal dan berfungsi untuk memperbaiki kualitas pembelajaran.
Secara umum rancangan pengembangan perangkat pembelajaran model Kemp, J.E, Morrison, G.R, dan Ross, S.M (1994: 9) digambarkan seperti pada Gambar 2.
Tahap-tahap dalam mengembangkan perangkat pembelajaran menurut model Kemp, (1994: 9) dijelaskan sebagai berikut:
1. Instructional Problems (Masalah Pembelajaran).
Pada tahapan ini dilakukan analisis tujuan berdasarkan masalah pembelajaran yang terdapat di dalam kurikulum yang berlaku untuk bahan kajian yang akan dikembangkan perangkatnya.
2. Leaner Characteristics (Karakteristik Siswa).
Pada tahap ini dilakukan analisis karakteristik siswa yang akan menjadi tempat implementasi perangkat. Karakteristik yang dimaksud meliputi ciri, kemampuan, dan pengalaman baik sebagai individu maupun sebagai kelompok. Sumber untuk memperoleh karakteristik siswa antara lain guru, kepala sekolah atau dokumen yang relevan. Ciri pribadi misalnya umur, sikap, dan ketekunan terhadap pelajaran.
3. Task Analysis (Analisis Tugas)
Analisis tugas merupakan perincian isi mata ajar dalam bentuk garis besar untuk menguasai isi bahan kajian atau mempelajari keterampilan yang mencakup keterampilan kognitif, keterampilan psikomotor, dan keterampilan sosial. Analisis tugas ini meliputi analisis struktur isi, analisis prosedural, analisis konsep, dan pemrosesan informasi. Analisis struktur isi dilakukan dengan mencermati kurikulum sedangkan analisis prosedural adalah analisis tugas yang dilakukan dengan mengidentifikasi tahap-tahap penyelesaian tugas sehingga diperoleh peta tugas. Analisis konsep dilakukann dengan mengidenfikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan dan menyusunnya secara sistematis sesuai urutan penyajian dan merinci konsep-konsep yang relevan. Hasil analisis ini akan diperoleh peta konsep. Analisis pemrosesan informasi dilakukan untuk mengelompokkan tugas-tugas yang akan dilaksanakan oleh siswa selama pembelajaran berlangsung dengan mempertimbangkan alokasi waktu. Analisis pemrosesan informasi ini akan menghasilkan cakupan konsep atau tugas yang akan diajarkan dalam pembelajaran yang tertuang dalam satu rencana pembelajaran.
4. Instructional Objectives (Merumuskan Tujuan Pembelajaran)
Rumusan tujuan pembelajaran adalah tujuan pembelajaran khusus (indikator hasil belajar) yang diperoleh dari hasil analisis tujuan yang dilakukan pada tahap masalah pembelajaran.
5. Content Squencing (Urutan Materi Pembelajaran)
Pada tahap ini isi pokok bahasan yang akan diajarkan diurutkan terlebih dahulu. Menurut Posner dan Strike (Kemp, 1994: 104) ada lima aspek yang perlu diperhatikan dalam mengurutkan pokok bahasan yaitu pengetahuan prasyarat, familiaritas, kesukaran, minat, dan perkembangan siswa. Setelah isi pokok bahasan diurutkan, langkah selanjutnya adalah menentukan strategi awal pembelajaran.
6. Instructional Strategies (Strategi Pembelajaran)
Strategi pembelajaran yang digunakan menggambarkan urutan dan metode pembelajaran untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
7. Instructional Delivery (Cara Penyampaian Pembelajaran)
Metode penyampaian ditentukan berdasarkan tujuan dan lingkungan pembelajaran, yang dapat bersifat klasikal, kelompok, atau individual.
8. Evaluation Instrumens (Instrumen Penilaian)
Instrumen penilaian (tes hasil belajar) disusun berdasarkan tujuan pembelajaran khusus yang telah dirumuskan. Kriteria penilaian yang dilakukan adalah penilaian acuan patokan sehingga tes hasil belajar yang dikembangkan harus dapat mengukur tingkat pencapaian tujuan pembelajaran khusus.
9. Instructional Resources (Sumber Pembelajaran)
Faktor-faktor yang diperhatikan dalam membuat media pembelajaran yang akan dipergunakan yaitu ketersediaan secara komersial, biaya pengadaan, waktu untuk menyediakannya dan menyenangkan bagi siswa.
10. Revision (Revisi Perangkat)
Revisi perangkat pembelajaran dimaksudkan untuk mengevaluasi dan memperbaiki perangkat pembelajaran yang dikembangkan. Revisi perangkat dilakukan melalui tahap telaah oleh para pakar, hasil simulasi pembelajaran, hasil uji coba I maupun hasil uji coba II.
11. Formative Evaluation (Penilaian Formatif)
Penilaian formatif adalah penilaian yang dilakukan setiap selesai satu unit proses pembelajaran. Penilaian ini berguna untuk menemukan kelemahan dalam perencanaan pembelajaran sehingga berbagai kekurangan ini dapat dihindari sebelum program dipakai secara luas.
12. Planning (Perencanaan) dan Project Management (Manajemen Proyek)
Aspek teknis perencanaan sangat mempengaruhi keberhasilan rancangan pengembangan. Merencanakan pembelajaran merupakan suatu proses yang rumit sehingga menuntut pengembang perangkat untuk selalu memperhatikan tiap-tiap unsur dan secara terus menerus menilai kembali hubungan setiap bagian rencana itu dengan tata keseluruhannya, karena setiap unsur dapat mempengaruhi perkembangan unsur yang lain.
13. Summative Evaluation (Penilaian Sumatif)
Penilaian sumatif diarahkan pada pengukuran seberapa jauh hasil belajar utama dicapai pada akhir seluruh pembelajaran, dapat juga berupa kegiatan menindaklanjuti siswa setelah ia menyelesaikan suatu program pembelajaran untuk menentukan apakah dan bagaimana ia menggunakan dan menerapkan pengetahuan, keterampilan, dan sikap yang dipelajarinya dalam program pembelajaran.
14. Support Services (Pelayanan Pendukung)
Pelayanan pendukung meliputi ketersediaan anggaran, fasilitas, bahan, perlengkapan, kemampuan staf, pengajar, perancang pembelajaran, pakar, dan lain sebagainya.
CONTOH KOMPONEN-KOMPONEN SUATU MODEL PEMBELAJARAN Nama model: PMKM YANG MENGACU PADA JOYCE, DKK.
Komponen-komponen model PMKM ini mengacu pada komponen-komponen model yang dikemukakan oleh Joyce, Weil, & Showers (1992: 14) yang meliputi: (1) sintaks, yakni suatu urutan kegiatan yang biasa juga disebut fase, (2) sistem sosial, yakni peranan guru dan siswa serta jenis aturan yang diperlukan, (3) prinsip-prinsip reaksi, yakni memberi gambaran kepada guru tentang cara memandang atau merespon pertanyaan-pertanyaansiswa, (4) sistem pendukung, yakni kondisi yang diperlukan oleh model tersebut, dan (5) dampak instruksional yakni hasil belajar yang dicapai langsung dengan mengarahkan para siswa pada tujuan yang diharapkan dan dampak pengiring yakni hasil belajar lainnya yang dihasilkan oleh suatu proses pembelajaran, sebagai akibat terciptanya suasana belajar yang dialami langsung siswa tanpa pengarahan langsung dari guru. Komponen-komponen model tersebut di atas diuraikan satu per satu berikut ini.
1. Sintaks Model PMKM
Sintaks model PMKM ini terdiri dari lima fase, yakni: (1) Penyampaian Tujuan Pembelajaran dan Memotivasi Siswa, (2) Penyampaian Informasi & Pengetahuan Strategi Kognitif, (3) Pelatihan Strategi Kognitif Pemecahan Masalah, Pengecekan Pemahaman, dan Umpan Balik, (4) Pelatihan Strategi Kognitif Pemecahan Masalah, Pengecekan Pemahaman, dan Umpan Balik, dan (5) Pelatihan Strategi Kognitif Lanjutan. Setiap fase tersebut menggambarkan urutan aktivitas-aktivitas guru dan siswa dalam proses pembelajaran. Adapun aktivitas-aktivitas guru dan siswa untuk masing-masing fase tersebut dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1. Aktivitas Guru dan Siswa pada Setiap Tahap dalam Sintaks Model PMKM
FASE
AKTIVITAS GURU AKTIVITAS SISWA WAKTU
Fase I
Penyampaian Tujuan Pembelajaran dan Memotivasi Siswa. 1. Menyampaikan tujuan pembelajaran.
2. Memotivasi siswa dengan menyampaikan kegunaan materi yang akan diajarkan, baik dalam kaitannya dengan materi lain maupun kehidupan sehari-hari.
3. Melakukan apersepsi. 1. Menyimak dengan saksama tujuan pembelajaran dan kegunaan materi yang disampaikan oleh guru.
2. Merespon pertanyaan-pertanyaan guru dalam rangkaian apersepsi. 10 menit
Fase II
Penyampaian Informasi & Pengetahuan Strategi Kognitif 1. Guru menyampaikan atau mengingatkan kembali beberapa strategi belajar (cara yang akan digunakan dalam mengelola proses belajar).
2. Guru mengarahkan siswa memahami uraian beberapa strategi belajar yang ada pada brosur strategi kognitif dan cara penerapannya pada buku siswa. 1. Menyimak/merespon pertanyaan-
pertanyaan guru berkaitan dengan strategi-strategi belajar yang dijelaskan.
2. Membaca dan memamahi uraian strategi belajar pada brosur strategi kognitif dan mempelajari penerapannya pada buku siswa. 10 menit
Fase III
Penyajian atau Pengkostruksian Pengetahuan dan Keterampilan. 1. Mempresentasikan dan atau mengarahkan siswa untuk mengkonstruksi materi pelajaran berupa objek-objek matematika (fakta, konsep, prinsip, dan keterampilan).
2. Mengajak siswa mene-rapkan strategi-strategi kognitif dasar seperti mengarisbawahi dan membuat catatan pinggir dari materi pada buku siswa. 1. Mengikuti dengan cermat penyajian materi oleh guru sambil menggarisbawahi dan membuat catatan pinggir terhadap materi-materi penting pada buku siswa.
2. Merespon penjelasan guru, baik melalui pertanyaan, memberi saran, maupun menanggapi atau memberi komentar. ± 25 menit
Bersambung ……..
…….Sambungan!
FASE
AKTIVITAS GURU AKTIVITAS SISWA WAKTU
Fase IV
Pelatihan Strategi Kognitif Pemecahan Masalah, Pengecekan Pemahaman, dan Umpan Balik 1. Meminta siswa mengerjakan tugas-tugas yang disediakan pada LKS.
2. Mengamati dan memberikan bantuan kepada siswa dalam menerapkan strategi kognitif dalam meyelesaikan soal (pemecahan masalah).
3. Menunjuk beberapa siswa menjelaskan hasil LKS di papan tulis.
4. Memberikan umpan balik terhadap hasil pekerjaan siswa, baik secara lisan maupun secara tertulis. 1. Mengerjakan tugas-tugas pada LKS sambil berlatih menerapkan strategi kognitif tertentu yang sesuai dengan tuntutan tugas tersebut.
2. Menjelaskan hasil kerja LKS di papan tulis (cukup diwakili oleh beberapa orang siswa)
3. Memperhatikan umpan balik yang disampaikan oleh guru. ± 30
menit
Fase V
Pelatihan Strategi Kognitif Lanjutan
1. Meminta siswa membuat rangkuman dan peta konsep dari materi yang sudah dijelaskan.
1). Memberikan bantuan seperlunya kepada siswa dalam membuat rangkuman dan peta konsep. 1. Membuat rangkuman dan peta konsep dari materi yang sudah dipelajari.
2). Meminta petunjuk guru jika ada hal-hal yang kurang dipahami dalam proses pembuatan rangkuman dan peta konsep ±15
menit
2. Sistem Sosial Model PMKM
Sistem sosial dalam Model PMKM ini menggambarkan peran guru dan siswa, hubungan keduanya, serta norma-norma yang dianjurkan selama penerapan Model PMKM dalam pembelajaran.
Sistem sosial yang paling menonjol adalah peranan guru dalam menyampaikan informasi dan mengarahkan siswa mengkonstruksi pengetahuan matematika serta membimbing siswa dalam menerapkan strategi kognitif (strategi belajar). Jadi, guru lebih berperan sebagai pembimbing dan fasilitator. Sistem sosial lain yang menonjol adalah aktivitas siswa dalam menerapkan strategi kognitif dalam pembelajaran, baik dalam memahami materi maupun dalam pemecahan masalah. Interaksi ini terlihat dengan jelas pada aktivitas guru dan siswa yang terjadi pada fase III, IV, dan V dalam sintaks model PMKM. Misal, pada saat guru menjelaskan rumus-rumus penting dari suatu topik matematika (misalnya rumus persamaan lingkaran yang berpusat di titik (a,b) dan berjari-jari r), guru dapat mengarahkan siswa untuk menerapkan strategi-strategi belajar dalam memahami rumus tersebut, seperti menggarisbawahi atau menandai rumus tersebut, memberikan catatan pinggir bahwa rumus tersebut dengan sendirinya juga berlaku untuk mencari persamaan lingkaran yang berpusat di titik (0,0), atau memikirkan cara-cara untuk dapat mengingat rumus tersebut dengan mudah (mnemonik). Hal ini merupakan salah satu aspek sistem sosial model PMKM yang tidak terdapat pada model pembelajaran lainnya. Jadi, walaupun pada fase-fase I, II, dan III dalam sintaks model PMKM ini peranan guru masih dominan, namun fase-fase IV dan V memberikan kesempatan yang cukup kepada siswa untuk terlibat aktif sehingga akhirnya menjadi pebelajar mandiri dan pemikir yang handal.
Interaksi yang terjadi dalam pembelajaran dengan Model PMKM adalah gabungan interaksi satu arah, dua arah, dan multi arah. Pada saat penyampaian materi oleh guru maka interaksi yang dominan terjadi adalah interaksi satu arah yakni dari guru ke siswa, tetapi pada saat pengkonstruksian pengetahuan oleh siswa, maka interaksi yang dominan terjadi adalah interaksi dua arah, yakni dari guru ke siswa dan dari siswa ke guru. Sedangkan pada saat pengerjaan LKS dan penyajian hasil kerja LKS dominan terjadi interkasi multi arah, yakni dari guru ke siswa, dari siswa ke guru, dan dari siswa ke siswa lain.
3. Prinsip Reaksi
Prinsip reaksi berkaitan dengan bagaimana cara guru memperhatikan dan mempelakukan siswa, serta merespon stimulus yang berasal dari siswa seperti pertanyaan, jawaban, tanggapan, atau aktivitas lainnya. Secara lebih umum, Joice & Weil (1992) mengemukakan bahwa prinsip reaksi merupakan pedoman bagi guru bagaimana menghargai pebelajar dan bagaimana merespon apa yang dilakukan siswa.
Berdasarkan pengertian umum prinsip reaksi di atas, maka keterlibatan guru sebagai pembimbing dan fasilitator dalam Model PMKM ini masih diperlukan dalam hal: (a) menyediakan sumber-sumber belajar, seperti buku siswa, LKS, dan brosur strategi kognitif, (b) menyampaikan informasi tentang materi matematika dan strategi kognitif, dan (c) membimbing siswa dalam menerapkan startegi kognitif dalam memahami materi dan pemecahan masalah matematika.
Mengacu kepada peranan guru sebagai pembimbing dan fasilitator sebagaimana dikemukakan di atas, maka beberapa perilaku guru yang diharapkan tergambar dalam pelaksanaan sintkas Model PMKM adalah sebagai berikut.
a. Menciptakan suasana yang kondusif untuk pembelajaran dan membangkitkan motivasi siswa untuk belajar. Misalnya, dengan menyiapkan siswa untuk belajar (menenangkan siswa) dan menyampaikan kompetensi dasar dan indikator pencapaian hasil belajar (Tahap-1).
b. Menyediakan dan mengelola sumber-sumber belajar yang relevan yang dapat mendukung kelancaran proses pembelajaran, seperti buku siswa, LKS, soal-soal latihan, dan brosur strategi kognitif (Tahap-1).
c. Menyampaikan informasi pengetahuan matematika dan pengetahuan metakognitif secara terpadu. Misalnya, sambil menyampaikan materi matematika tertentu guru mengingatkan siswa untuk menggarisbawahi rumus-rumus penting, membuat catatan pinggir pada buku siswa (Tahap-2 dan Tahap-3)
d. Membimbing siswa dalam menerapkan strategi-strategi belajar dan strategi-strategi pemecahan masalah melalui LKS, mengecek pemahaman dan memberikan umpan balik (Tahap IV).
e. Menuntun siswa membuat rangkuman materi pelajaran dan membuat peta konsep dari materi yang sudah diajarkan (Tahap V).
4. Sistem Pendukung Model PMKM
Sistem pendukung suatu model pembelajaran adalah semua sarana, bahan/perangkat pembelajaran, dan alat/media pembelajaran yang mendukung pelaksanaan model tersebut.
Dalam hal jenis, sistem pendukung model PMKM ini pada dasarnya tidak jauh berbeda dengan sistem pendukung model pembelajaran lainnya, namun dalam hal karakteristik, sistem pendukung Model PMKM agak berbeda dari model lainnya. Adapun jenis dan ciri sistem pendukung model PMKM meliputi: (a) Rencana Pembelajaran (RP) yang menggabungkan pembelajaran yang berpusat pada guru dan yang berpusat pada siswa. Selain itu, RP Model PMKM juga mencantumkan tujuan pembelajaran yang berkaitan dengan kemampuan metakognitif, (b) Buku Siswa dan Buku Guru yang memuat uraian materi matematika dan pelatihan strategi kognitif memahami materi, seperti menggarisbawahi, membuat catatan pinggir, membuat rangkuman, dan membuat peta konsep, (c) Lembar Kegiatan Siswa (LKS) yang memuat masalah-masalah matematika dan pelatihan strategi kognitif pemecahan masalah, (d) Brosur Strategi Kognitif memuat pengetahuan deklaratif, pengetahuan prosedural, pengetahuan kondisional, dan contoh penerapan strategi kognitif, (f) Media dan Alat Pembelajaran seperti: papan tulis, chart, kertas berpetak, dan jangka, dan (g) Perangkat Evaluasi, yang meliputi: tes penguasaan bahan ajar matematika dan tes kemampuan metakognitif dalam memahami materi dan pemecahan masalah matematika.
5. Dampak Instruksional dan Pengiring
Hakekat penggunaan suatu model pembelajaran adalah untuk menunjang pencapaian hasil pembelajaran secara optimal, baik hasil pembelajaran yang berupa tujuan utama pembelajaran maupun hasil pembelajaran yang berupa tujuan pengiring. Joice & Weils (2000) menamakan tujuan utama pebelajaran sebagai dampak instruksional (instructional effect) model dan tujuan pendamping sebagai dampak pengiring (nurturant effect) model.
Penggunaan model PMKM juga diharapkan akan mengoptimalkan dampak instruksional dan dampak pengiring. Adapun dampak-dampak instruksional dan dampak-dampak pengiring Model PMKM adalah sebagai berikut.
a. Dampak Instruksional
1) Penguasaan Bahan Ajar Matematika
Ciri khas yang membedakan model pembelajaran matematika untuk menumbuhkan kemampuan metakognitif dengan model pembelajaran matematika yang sering dipergunakan oleh guru selama ini adalah adanya pengajaran dan pelatihan strategi kognitif (strategi belajar), baik dalam memahami materi maupun dalam pemecahan masalah matematika. Penggunaan strategi-strategi belajar yang tepat dalam belajar matematika dapat menjadikan proses belajar menjadi lebih bermakna, sehingga pencapaian hasil belajar (penguasaan bahan ajar) menjadi optimal.
2) Kemampuan Metakognitif dalam Memahami Materi
Kemampuan metakognitif memahami materi digolongkan sebagai dampak instruksional dalam model pembelajaran ini, karena siswa diarahkan secara langsung pada tujuan peningkatan kemampuan metakognitifnya selain penguasaan bahan ajar matematika. Kemampuan metakognitif memahami materi yang dimaksudkan dalam Model PMKM adalah kemampuan memilih, menggunakan, dan mengontrol strategi-strategi belajar dalam memahami materi matematika, yang meliputi: strategi menggarisbawahi ide/rumus penting, strategi membuat catatan pinggir, strategi membuat rangkuman, dan strategi membuat peta konsep. Pada model pembelajaran matematika konvensional, guru sering menuntut siswa untuk dapat menguasai materi dengan baik, tetapi tidak pernah mengajarkan dan melatihkan siswanya tentang strategi belajar dalam memahami materi dengan baik. Sebaliknya pada model pembelajaran ini siswa diajar dan dilatih untuk memilih, menggunakan, dan mengontrol strategi kognitif dalam memahami materi.
3) Kemampuan Metakognitif dalam Pemecahan Masalah
Kemampuan metakognitif pemecahan masalah digolongkan sebagai dampak instruksional dalam model pembelajaran ini, karena siswa diarahkan secara langsung pada tujuan peningkatan kemampuan metakognitif pemecahan masalah selain penguasaan bahan ajar matematika. Kemampuan metakognitif pemecahan masalah yang dimaksudkan dalam Model PMKM adalah kemampuan memilih, menggunakan, dan mengontrol strategi-strategi belajar dalam pemecahan masalah matematika, yang meliputi: penggunaan heuristik, prosedur berpikir maju, prosedur berpikir mundur, prosedur berpikir induktif, dan prosedur berpikir deduktif. Pada model pembelajaran matematika konvensional, guru sering menuntut siswa untuk dapat memecahkan masalah dengan baik, tetapi tidak pernah mengajarkan dan melatihkan siswanya tentang strategi pemecahan masalah yang baik. Sebaliknya pada model pembelajaran ini siswa diajar dan dilatih untuk memilih, menggunakan, dan mengontrol strategi kognitif dalam memecahkan masalah.
b. Dampak Pengiring
1) Kemandirian dalam Belajar
Dengan berbekal pengetahuan deklaratif, pengetahuan proseduran, dan pengetahuan kondisional, serta keterampilan meggunakan dan mengontrol berbagai strategi kognitif, siswa dapat menjadi lebih mandiri dalam belajar. Melalui latihan yang kontinu siswa dapat memilih sendiri strategi kognitif yang sesuai dengan gaya dan tipe belajar dia, serta sesuai dengan karakteristik materi yang dipelajari dan karakteristik masalah yang akan dipecahkan.
2) Keaktifan Belajar
Sebagian fase-fase dari sintaks model PMKM (khususnya fase-fase III, IV dan V) memberikan lebih banyak ruang dan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif dalam proses pembelajaran. Pada fase-fase tersebut, keterlibatan siswa sanga dominan dalam menerapkan secara langsung berbagai strategi kognitif, baik dalam memahami materi maupun dalam pemecahan masalah matematika.
3) Sikap Positif terhadap Matematika
Dampak lanjutan dari keampuan siswa memilih, menggunakan, dan mengontrol penggunaan berbagai strategi kognitif serta keterlibatan siswa yang sangat dominan dalam proses belajar matematika adalah terciptanya suasana belajar matematika yang menyenangkan. Siswa tidak lagi diseimuti oleh anggapan-anggapan bahwa matematika merupakan mata pelajaran yang sulit untuk dipelajari. Dengan demikian, penerapan model pembelajaran ini juga dapat menumbuhkan sikap positif siswa terhadap mata pelajaran matematika.
Gambaran menyeluruh dari komponen Model PMKM dapat direpresentasikan secara skematis berikut ini.
DAFTAR PUSTAKA
Arends, Richar I., 1997. Classrom Instruction and Management. New York: Mc Graw Hill.
Arends, Richard I. 2001. Learning to Teach. Fifth Edition. Singapore: McGraw-Hill Higher Education.
Bell, F.H. 1978. Teaching and Learning Mathematics (In Secondary Schools). Iowa: Wm. C. Brown Company Publishers.
Dick, W., Carey, L. 1990. The Systematic Design of Instruction. Third Edition. USA: Harper Collins Publisher.
Holmes, Emma E. 1995. New Direction in Elementary School Mathematics, Interactive teaching and Learning. New Jersey: Prentice Hall.Inc.
Joyce, Bruce; Weil, Marsha; & Showers, B. 1992. Models of Teaching. Fourth Edition. Boston: Allyn & Bacon.
Kemp, Jerrold.E, Morisson, Gary.R, dan Ross, Steven. M. 1994. Designing Effective Instruction. New York: Macmillan College Publishing, Inc.
————, 1985. The Instructional Desain Process. New York: Harper & Row, Publisher, Inc.
Nieveen, Nienke. 1999. Prototyping to Reach Product Quality. In Jan Van den Akker. R.M. Branh,K. Gustafson, N. Nieveen & Tj. Plomp (Eds) Design Approaches and Tools in Education and Training (pp 125 – 135). Dordrecht, Nederland: Kluwer Academic Publisher.
Plomp, Tjeerd., 1997. Educational and Training System Design. Enschede, The Netherlands: Univercity of Twente.
Suparno, Paul. 1997. Filsafat Konstruktivisme dalam Pendidikan. Yogyakarta: Kanisius.
————- 2001. Teori Perkembangan Kognitif Jean Peaget. Yogyakarta: Kanisius.
Thiagarajan, S., Semmel, D.S., Semmel. M. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exceptional Children, A Source Book. Blomington: Center of Inovation on Teaching the Handicapped Minnepolis Indiana University
Minggu, 01 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar