A.Pendahuluan
Dalam masyarakat kita, bila mendengar atau membaca kata 'sains' yang terbayang adalah sesuatu yang sukar dipahami dan penuh dengan rumus membingungkan. Demikian pula pada kata 'teknologi' bayangannya adalah mesin besar dalam pabrik atau robot yang dapat bekerja sendiri.
Sebagian masyarakat membayangkan kerusakan alam disebabkan oleh perkembangan sains dan teknologi. Sebagian lagi mungkin membayangkan, itu akibat senjata pemusnah massal yang ditakuti dan dibenci manusia di mana pun di dunia ini. Pemahaman tersebut akibat kurang efektifnya pembelajaran sains pada masyarakat.
Berbeda dengan teknologi, sains lahir dari rasa ingin tahu manusia soal alam semesta, tepatnya melalui pengamatan dan pemikiran. Dalam perkembangannya, sains membantu kemajuan teknologi, dan sebaliknya. Lalu bagaimana dengan masyarakat?
Perkembangan sains dan tekonlogi yang semakin canggih dan pesa dewasa ini, sejatinya harus berbanding lurus dengan kualitas sumber daya manusia (SDM). Sebab sains lahir dari kaum ilmuwan yang akhirnya berpengaruh pada kemajuan teknologi. Kendati dalam perkembangannya, adakalanya teknologi memicu adanya perkembangan sains. Kedua-duanya mempunyai hbung-ikat yang sangat erat dan saling menguntungkan.
Dalam konteks di atas, hubungan antara sains, teknologi, dan masyarakat menjadi penting, sebab seperti kita ketahui, teknologi lahir karenaadanya kebutuhan manusia untuk mempermudah segala aktivitas dan kegiatannya.
Contohnya, manusia menciptakan televisi untuk memperoleh wawasan, pengetahuan dan informasi seanyak mungkin. Manusia juga membuat telepon, alat-alat transportasi dan beragam produk kemudahan dalam berinteraksi antar sesama.
Istilah Sains Teknologi Masyarakat (STM) dalam bahasa Inggris disebut Sains Technology Society (STS), Science Technology Society and Environtment (STSE) atau Sains Teknologi Lingkungan dan Masyarakat. Meskipun istilahnya banyak namun sebenarnya intinya sama yaitu Environtment, yang dalam berbagai kegiatan perlu ditonjolkan.
Sains Teknologi Masyarakat (STM) merupakan pendekatan terpadu antara sains, teknologi, dan isu yang ada di masyarakat. Adapun tujuan dari pendekatan STM ini adalah menghasilkan peserta didik yang cukup memiliki bekal pengetahuan, sehingga mampu mengambil keputusan penting tentang masalah-masalah dalam masyarakat serta mengambil tindakan sehubungan dengan keputusan yang telah diambilnya.
Keterpaduan dalam sains terdiri dari beberapa pola, antara lain keterpaduan proses dan produk, keterpaduan berbasis obyek, keterpaduan antar bidang, dan keterpaduan berbasis persoalan. Bagi siswa Sekolah Dasar di kelas tinggi memiliki kecenderungan pada keterpaduan berbasis persoalan, karena sistem pembelajarannya sudah menggunakan alat-alat pembelajaran seperti internet dan komputer.
B.Hakekat Sains
Sains yang berupa pengetahuan, khususnya fakta atau prinsip yang diperoleh melalui kajian sistematik; sebuah cabang khusus pengetahuan yang berkaitan dengan fakta-fakta atau kebenaran yang diatur secara sistematik. Carl Sagan menyatakan bahwa Sains lebih bermakna sebagai sebuah cara berpikir daripada satu kumpulan pengetahuan. Dalam pembelajaran Sains perlu lebih menekankan proses berpikir dan aktivitas-aktivitas saintis, dengan metode pembelajaran yang mengarah untuk menggali proses-proses berpikir dalam Sains. Pembelajaran Sains dilakukan seperti bagaimana Sains itu ditemukan, pembelajaran Sains dilaksanakan melalui sebuah proses yang berbasis pada penyelidikan ilmiah. 1010Pembelajaran sains pada prinsipnya mengembangkan tiga ranah kompetensi, yaitu ranah kognitif, ranah afektif, dan ranah psikomotor. Ranah kognitif berupa konsep, prinsip, hukum dan teori. Ranah afektif berupa sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkapi rahasia alam. Sedangkan ranah psikomotor merupakan proses ilmiah, baik fisik maupun mental, dalam mencermati fenomena alam. Tiga ranah di atas menggiring ke arah pengertian hakikat sains yang meliputi apa yang dikaji, bagaimana cara memperoleh, dan sikap serta nilai-nilai apa yang terbentuk. Ketiga komponen penting dalam hakikat sains adalah sebagai berikut: (1) sains merupakan kumpulan pengetahuan ilmiah yang disusun secara logis dan sistematis, hal ini yang menunjukkan sains sebagai produk; (2) sains diperoleh melalui proses ilmiah. Proses ilmiah berupa langkahlangkah ilmiah yang berdasarkan pada metode ilmiah. Proses ilmiah dapat berupa fisik dan mental dalam mencermati fenomena alam, termasuk juga penerapannya (Alit Mariana, 2004:10); (3) sains dapat mengembangkan sikap dan nilai-nilai. Dalam pembelajaran sains diharapkan tumbuh kembang sikap keteguhan hati, keingintahuan, dan ketekunan dalam menyingkap rahasia alam dan sikap ilmiah lainnya. Dalam berproses menemukan pengetahuan individu siswa sebagai subjek belajar, perkembangkan sikap mentalnya untuk memperoleh penjelasan tentang fenomena alam. Seiring dengan kegiatan itu, dalam diri siswa muncul sebagai penampilan nilai-nilai ilmiah. Hal itu akan terbentuk sikap dan nilai-nilai ilmiahnya. Tiga ranah kompetensi yang terkandung pada pelajaran sains ini sangat erat dengan hakikat sains yaitu sains sebagai pengetahuan, sains sebagai proses dan sains sebagai nilai-nilai serta sikap ilmiah. Penilaian tentang kemajuan belajar siswa dilakukan dengan cara penilaian kelas, yaitu dilakukan selama proses pembelajaran secara terintegrasi atau tidak dipisahkan dari kegiatan pembelajaran dalam arti kemajuan belajar dinilai dari proses dan pada akhir periode.
C.Landasan Pembelajaran
Landasan teoritik pembelajaran Sains adalah teori konstruktivisme yang dikembangkan berdasarkan ide dan hasil kerja secara terpisah oleh Jean Piaget dan Lev Vygotsky yang keduanya tertarik pada pertumbuhan dan perkembangan anak. Teori konstruktivisme tersebut menyatakan bahwa siswa harus menemukan sendiri dan mentrasformasikan informasi kompleks, mengecek informasi baru dengan aturan-aturan lama dan merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak lagi sesuai. Menurut teori ini, guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada siswa, namun siswa harus membangun sendiri pengetahuannya. Guru dapat memberi kempatan kepada siswa untuk menemukan atau menerapkan ide-ide sendiri dan siswa menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. 12Menurut Piaget, terdapat empat fase dalam perkembangan kognitif, yaitu: (1) sensori motor (usia 0 - 2 tahun), (2) pra operasional (2- 7 tahun), (3) operasional konkrit (7 - 11 tahun ) dan (4) operasi formal (11 - dewasa) yang merupakan tahap final perkembangan kognitif. Menurut teori ini, usia SD (7 - 12 tahun) merupakan usia dalam fase operasional konkrit dan tahap awal operasi formal. Dalam tahap operasi konkrit, perkembangan intelektual anak bersifat berpikir konkret, karena daya otak terbatas pada obyek melalui pengamatan langsung. Dalam tahap ini anak dapat mengembangkan operasi mental, seperti menambah dan mengurangi. Anak mulai mengembangkan struktur kognitif berupa ide atau konsep dan mulai melakukan operasi logika dengan pola berpikir masih konkret. Dalam operasi formal, anak telah mengembangkan kemampuan terlibat dalam berbagai aktivitas yang berkaitan dengan situasi hipotesis dan memonitor jalan pikirannya sendiri. Ciri lain berpikir secara formal erat kaitannya dengan operasi matematika, yaitu berpikir secara logika matematika. Pengertian tentang konsep waktu dan ruang telah meningkat secara signifikan. Belajar fisika misalnya, berarti harus mengembangkan cara berpikir abstrak, deduksi, berhipotesa, berpikir luas dan meneluruh menggunakan pengetahuan yang sudah ada, melihat hubungan antar variabel dan berpikir secara terarah sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Dalam pembelajaran perlu ditekankan penggunaan berpikir formal sehingga diperoleh konsep formal. Hal ini bukan berarti untuk mempersulit anak belajar Sains, namun melatih anak untuk belajar formal. Dengan konsep yang lebih formal maka akan terbentuk struktur ilmu yang lebih kokoh, terhindar dari penyerapan konsep yang salah dan terbentuk kesetimbangan baru yang lebih tinggi. Dengan demikian akan terbentuk potensi belajar mandiri, mengkuti perkembangan ilmu yang maju dengan pesat.Pemikiran Piaget sebagaimana telah diutarakan sebelumnya, mestinya ditunjang oleh pemikiran para ahli pengembangan kurikulum. Berkaitan dengan hal tersebut, Piaget telah mengemukakan beberapa saran sebagai berikut:(1) harus lebih memberikan penekanan terhadap keaktifan siswa dan terbentuknya motivasi intrinsic; (2) memberikan pengalaman tidak hanya mempelajari fenomena, tetapi menemukan bagaimana caranya menggunakan pikiran; (3) kembangkan kurikulum sehingga memungkinkan terjadinya pengembangan dari berpikir konkret ke berpikir abstrak; (4) jangan hanya mengembangkan materi pembeljaran berdasarkan organisasi materi menurut logika tetapi harus juga mempertimbangkan juga strategi pengembangan kognitif (menurut Ausubel, kebermaknaan logika dan kebermaknaan psikologis); (5) kurikulum harus memberi kesempatan kepada anak/siswa untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya; (6) menyiapkan pengetahuan yang siap untuk digunakan di samping hanya pengetahuan materi pelajaran. Proses pembelajaran Sains yang sesuai dengan tuntutan di atas, dapat dilaksanakan melalui pembelajaran dengan pendekatan penemuan (discovery), inkuiri, keterampilan proses, pendekatan Salingtemas dan lainnya. Menurut Bruner, bahwa dengan pendekatan tersebut, maka guru dapat mengembangkan intelegensi anak karena mereka dilatih berpikir dalam arti lebih umum. (Karakteristik siswa, Teori konstruktivisme) . Keterampilan Proses, Inquiry dan Discovery Learning. Pembelajaran Sains Terpadu Landasan filosofis pembelajaran Sains adalah filsafat pendidikan progresivisme yang dikembangkan ahli-ahli pendidikan John Dewey, Kilpatrick, George Counts, dan Harorld Rugg. Progresivisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar naturalistik, hasil belajar dunia nyata dan lebih dari itu ”berbagi pengalaman di antara sebaya”. 9Teknologi pembelajaran berkembang dengan mengambil empat ciri utama yaitu: menerapkan pendekatan sistem, menggunakan sumber belajar seluas mungkin, bertujuan meningkatkan kualitas belajar manusia, serta berorientasi kepada kegiatan instruksional ndividual (Mukminan, 2003: 12). Berkaitan dengan pernyataan itu maka perlu kita kaji dalam filosifisnya adalah Hakekat Sains, Karakteristik siswa, Teori konstruktivisme, Teori Kognitif, Keterampilan Proses, inkuiri dan Discovery Learning, dan Pembelajaran Sains Terpadu.
Pendekatan Ketrampilan Proses,Inquiry Dan Discovery Learning
1.Pendekatan Ketrampilan Proses
Pendekatan keterampilan proses dapat diartikan sebagai wawasan atau anutan pengembangan keterampilan;keterampilan intelektual, sosial dan fisik yang bersumber dari kemampuan-kemampuan mendasar yang prinsipnya telah ada dalam diri siswa. Pendekatan keterampilan proses pada pembelajaran sains lebih menekankan pembentukan keterampilan untuk memperoleh pengetahuan dan mengkomunikaskan hasilnya. Mukminan (2003:2) menyatakan bahwa pendekatan yang sekarang dikenal dengan keterampilan proses dan cara belajar siswa aktif (CBSA) masih belum banyak terwujud, serta pembelajaran kurang memperhatikan ketuntasan belajar secara individual. 1818Pendekatan keterampilan proses dimaksudkan untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu siswa. Dimyati dan Mudjiono (2002:138) memuat ulasan pendekatan keterampilan proses yang diambil dari pendapat Funk (1985) sebagai berikut: (1) Pendekatan keterampilan proses dapat mengembangkan hakikat ilmu pengetahuan siswa. Siswa terdorong untuk memperoleh ilmu pengetahuan dengan baik karena lebih memahami fakta dan konsep ilmu pengetahuan; (2) Pembelajaran melalui keterampilan proses akan memberikan kesempatan kepada siswa untuk bekerja dengan ilmu pengetahuan, tidak hanya menceritakan, dan atau mendengarkan sejarah ilmu pengetahuan; (3) Keterampilan proses dapat digunakan oleh siswa untuk belajar proses dan sekaligus produk ilmu pengetahuan. Pendekatan Keterampilan Proses sains memberikan kesempatan kepada siswa untuk secara nyata bertindak sebagai seorang ilmuwan (Dimyati dan Mudjino, 2002:139).
Dari uraian di atas dapat diutarakan bahwa dengan penerapan pendekatan keterampilan proses menuntut adanya keterlibatan fisik dan mental-intelektual siswa. Hal ini dapat digunakan untuk melatih dan mengembangkan keterampilan intelektual atau kemampuan berfikir siswa. Selain itu juga mengembangkan sikap-sikap ilmiah dan kemampuan siswa untuk menemukan dan mengembangkan fakta, konsep, dan prinsip ilmu atau pengetahuan. Selanjutnya dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari secara obyektif dan rasional. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keterampilan proses sains merupakan kegiatan intelektual yang biasa dilakukan oleh para ilmuwan dalam menyelesaikan masalah dan menghasilkan produk-produk sains. Keterampilan proses dalam pengajaran sains merupakan suatu model atau alternatif pembelajaran sains yang dapat melibatkan siswa dalam tingkah laku dan proses mental, seperti ilmuwan. Funk (1985) dalam Dimyati dan Mudjiono, (2002: 140) mengutarakan bahwa berbagai keterampilan proses dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu: keterampilan proses dasar (basic skill) dan keterampilan terintegrasi (integarted skill). Keterampilan proses dasar meliputi kegiatan yang berhubungan dengan observasi, klasifikasi, pengukuran, komunikasi, prediksi, inferensi. Bila kita kaji lebih lanjut sebagai berikut: 1. Observasi Melalui kegiatan mengamati, siswa belajar tentang dunia sekitar yang fantastis. Manusia mengamati objek-objek dan fenomena alam dengan melibatkan indera penglihat, pembau, pengecap, peraba, pendengar. Informasi yang diperoleh itu, dapat menuntut interpretasi siswa tentang lingkungan dan menelitinya lebih lanjut. Kemampuan mengamati merupakan keterampilan paling dasar dalam proses dan memperoleh ilmu serta hal terpenting untuk mengembangkan keterampilan proses yang lain. Mengamati merupakan tanggapan terhadap berbagai objek dan peristiwa alam dengan pancaindra. Dengan obsevasi, siswa mengumpulkan data tentang tanggapan-tanggapan terhadap objek yang diamati. 2. Klasifikasi Sejumlah besar objek, peristiwa, dan segala yang ada dalam kehidupan di sekitar, lebih mudah dipelajari apabila dilakukan dengan cara menentukan berbagai jenis golongan. Menggolongkan dan mengamati persamaan, perbedaan dan hubungan serta pengelompokan objek berdasarkan kesesuaian dengan berbagai tujuan. Keterampilan mengidentifikasi persamaan dan perbedaan berbagai objek peristiwa berdasarkan sifat-sifat khususnya sehingga didapatkan golongan atau kelompok sejenis dari objek peristiwa yang dimaksud. 3. Komunikasi Manusia mulai belajar pada awal-awal kehidupan bahwa komunikasi merupakan dasar untuk memecahkan masalah. Keterampilan menyapaikan sesuatu secara lisan maupun tulisan termasuk komunikasi. Mengkomunikasikan dapat diartikan sebagai penyampaikan dan memperoleh fakta, konsep, dan prinsip ilmu pengetahuan dalam bentuk suara, visual, atau suara dan visual (Dimyati dan Mudjiono, 2002: 143). Contoh membaca peta, tabel, garfik, bagan, lambang-lambang, diagaram, demontrasi visual.
Pengukuran atau mengukur dapat diartikan sebagai membandingkan yang diukur dengan satuan ukuran tertentu yang telah ditetapkan sebelumnya. Keterampilan dalam menggunakan alat dalam memperoleh data dapat disebut pengukuran. Prediksi Predeksi merupakan keterampilan meramal yang akan terjadi, berdasarkan gejala yang ada. Keteraturan dalam lingkungan kita mengizinkan kita untuk mengenal pola dan untuk memprediksi terhadap pola-pola apa yang mungkin dapat diamati. Dimyati dan Mudjiono (2002: 144) menyatakan bahwa memprediksi dapat diartikan sebagai mengantisipasi atau membuat ramalan tentang segala hal yang akan terjadi pada waktu mendatang, berdasarkan perkiraan pada pola atau kecenderungan tertentu, atau hubungan antara fakta, konsep, dan prinsip dalam pengetahuan. Inferensi Melakukan inferensi adalah menyimpulkan. Ini dapat diartikan sebagai suatu keterampilan untuk memutuskan keadaan suatu objek atau peristiwa berdasarkan fakta, konsep dan prinsip yang diketahui. Keterampilan terintegrasi merupakan perpaduan dua kemampuan keterampilan proses dasar atau lebih. Keterampilan terintegrasi terdiri atas: mengidentifikasi variabel, tabulasi, grafik, diskripsi hubungan variabel, perolehan dan proses data, analisis penyelidikan, hipotesis ekperimen.
1.Identifikasi variabelKeterampilan mengenal ciri khas dari faktor yang ikut menentukan perubahan
2.TabulasiKeterampilan penyajian data dalam bentuk tabel, untuk mempermudah pembacaan hubungan antarkomponen (penyusunan data menurut lajur-lajur yang tersedia).
3.Grafik. Keterampilan penyajian dengan garis tentang turun naiknya sesuatu keadaan.
4.Diskripsi hubungan variable. Keterampilan membuat sinopsis/pernyataan hubungan faktor-faktor yang menentukan perubahan.
5.Perolehan dan proses data Keterampilan melakukan langkah secara urut untuk meperoleh data.
6.Analisis penyelidikanKeterampilan menguraikan pokok persoalan atas bagian-bagian dan terpecahkannya permasalahan berdasarkan metode yang konsisten untuk mencapai pengertian tentang prinsip -prinsip dasar.
7.HipotesisKeterampilan merumuskan dugaan sementara.
8.Ekperimen Keterampilan melakukan percobaan untuk membuktikan suatu teori/penjelasan berdasarkan pengamatan dan penalaran. Keterampian proses seperti yang diutarakan oleh Funk merupakan keterampilan proses yang harus diaplikasikan pada pendidikan di sekolah oleh guru.
Pembelajaran sains menekankan pada pembentukan keterampilan memperoleh pengetahuan dan mengembangkan sikap ilmiah. Hal ini bisa tercapai apabila dalam pembelajaran menggunakan pendekatan keterampilan proses baik keterampilan proses dasar maupun keterampilan proses terintegrasi (terpadu) seperti terungkap di atas. 24Keterampilan memperoleh pengetahuan yang ingin dibentuk adalah daya pikir dan kreasi. Daya pikir dan daya kreasi merupakan indikator perkembangan kognitif. Para ahli psikologi pendidikan menemukan bahwa pekembangan kognitif bukan merupakan akumulasi kepingan informasi atau kepingan perubahan informasi yang terpisah, tetapi merupakan pembentukan oleh anak suatu kerangka atau jaringan mental untuk memahami lingkungan. 25Seperti diuraikan berikut ini bahwa salah satu alternatif teori pembelajaran yang melandasi pendidikan sains adalah Teori Kognitif, tentang model pemrosesan informasi. Iformasi secara terus menerus masuk ke dalam otak manusia melalui indera. Pembelajaran hendaknya membantu siswa melalui interaksi dengan berbagai sumber belajar. Salah satu alternatif teori pembelajaran yang meladasi pendidikan sains adalah Teori Kognitif. Dari Teori Kognitif itu dapat diungkapkan beberapa hal penting di antaranya tentang model pemrosesan informasi. Indera kita menerima informasi seara terus-menerus masuk ke dalam otak. Dari sekian banyak informasi hampir semuanya terbuang secara cepat. Sebagian informasi itu tersimpan di dalam memori kita dalam waktu yang pendek dan kemudian dilupakan, tetapi ada juga sejumlah informasi diingat lebih lama dan mungkin selama sisa hidup kita. Pendidikan sains, khususnya dalam pembelajaran sains sangat diperlukan alat bantu untuk siswa. Fungsi alat bantu dalam pembelajaran sains ini adalah memperagakan berbagai fenomena alam karena secara alamiah fenomena tersebut dapat berlangsung sangat lama atau sangat cepat, atau memang tidak terobservasi dengan mata telanjang sehingga hanya terobservasi melalui tanda-tandanya saja. Agar siswa dapat membangun abstrasi suatu fenomena alam tersebut dalam struktur kognitifnya, diperlukan objek langsung atau objek tiruan, ataupun sumber belajar lainnya. Yang dimaksud dengan abstrasi adalah metode untuk mendapatkan ketentuan hukum atau pengertian dengan melakukan penyaringan terhadap gejala atau peristiwa sehingga didapatkan hubungan sebab akibat atau pengertian umum yang jelas.Penelitian tentang memori manusia oleh Atkinson dan Shiffin, Bransford et al, Case, Siegler (Muhamad Nur, dkk,1998: 2) telah membantu para ahli teori belajar. Berawal dari itu para ahli teori belajar kognitif telah melahirkan teori pemrosesan informasi dan tentang proses bagaimana informasi itu diingat. Informasi yang akan diingat pertama tama harus sampai pada indera seseorang. Kemudian, diterima dan ditransfer dari register penginderaan ke memori jangka pendek. Selanjutnya, diproses lagi untuk ditransfer ke memori jangka panjang. Keberadaan register penginderaan mempunyai dua implikasi yang penting dalam pembelajaran. Pertama, subjek belajar harus menaruh perhatian pada satu informasi bila informai itu harus diingat. Kedua, subjek belajar memerlukan waktu untuk membawa semua informasi yang dilihat dalam waktu singkat masuk ke dalam kesadaran. Informasi dapat tersimpan di dalam memori jangka pendek dengan jalan memikirkan tentang informasi itu atau mengucapkannya berkali-kali. Proses mempertahankan suatu butir informasi dalam memori jangka pendek dilakukan dengan cara mengulang-ulang. Salah satu contoh hal itu adalah dengan menghafal. Menghafal sangat penting dalam belajar, karena semakin lama suatu butir tinggal di dalam memori jangka pendek, semakin besar kesempatan butir itu akan ditransfer ke memori jangka panjang. Jika tidak terjadi pengulangan, kemungkinan butir informasi itu tidak akan tinggal di memori jangka pendek lebih dari sekitar 30 detik. Karena memori jangka pendek berkapasitas terbatas, maka informasi itu dapat hilang karena terdesak oleh informasi lainnya. Apabila pada pembelajaran sains informasi disampaikan terlalu cepat maka cenderung tidak efektif. Jika informasi-informasi yang disampaikan pada subjek belajar tidak mendapat kesempatan untuk singgah selama kurang lebih 30 detik, maka akan mendorong informasi pertama keluar dari memori jangka pendek mereka. Guru perlu memberikan waktu untuk berpikir ulang, maka akan terjadi kondisi mental mengulang tentang apa yang baru saja dipelajarinya. Kondisi ini membantu siswa untuk memproses informasi dalam memori jangka pendek dan selanjutnya menempatkannya ke dalam memori jangka-panjang. Kerja mental ini penting bagi siswa dalam mempelajari materi baru yang sulit. Pengorganisasian atau penciptaan atau pengaturan suatu kondisi lingkungan untuk pembelajaran sains akan sangat baik apabila diciptakan iklim yang sebaik-baiknya yang memungkinkan terjadinnya belajar pada siswa. Hal ini dapat diciptakan dengan hadirnya multimedia. Dengan adanya multimedia kondisi pengolahan dan atau pemrosesan informasi akan sempurna karena terjadi kerja mental pada diri subjek belajar. Selain itu prinsip pengulanganpun sangat dimungkinkan, yaitu dengan memutar kembali bagian mana yang dikehendaki oleh subjek belajar dari multimedia tersebut.
2.Inquiry
Menurut Supriyono Koes H (2003), inkuiri dapat dikatakan sebagai suatu metode yang mengacu pada suatu cara untuk mempertanyakan, mencari pengetahuan atau informasi, atau mempelajari suatu gejala. Oleh karena Sains merupakan cara berpikir dan bekerja yang setara dengan kumpulan pengetahuan, maka dalam pembelajaran Sains perlu menekankan pada cara berpikir dan aktivitas saintis melalui metode inkuiri. Wayne Welch, telah memberikan argumentasi, bahwa teknik-teknik yang diperlukan untuk pembelajaran sains sama dengan teknik-teknik yang digunakan untuk penyelidikan ilmiah. Metode-metode yang digunakan oleh para saintis harus menjadi bagian integral dari metode pembelajaran Sains. Metode ilmiah dapat dianggap sebagai proses inkuiri. Dengan demikian inkuiri seharusnya menjadi; pembelajaran Sains.Welch telah mengidentifikasi lima sifat pembelajaran inkuiri, yaitu:a. Pengamatan; Sains diawali dengan pengamatan materi atau gejala. Pengamatan merupakan langkah awal dalam proses inkuiri. (a) Pengukuran; Dalam Sains diperlukan deskripsi kuantitatif suatu objek dan gejala melalui pengukuran.(b) Eksperimentasi; Eksperimen melibatkan pertanyaan-pertanyaan, pengamatan-pengamatan dan pengukuran. Eksperimen merupakan landasan Sains yang dirancang untuk menguji pertanyaan-pertanyaan dan ide-ide.(c). Komunikasi; Komunikasi merupakan bagian yang esensial dari proses inkuiri. (d) Proses-proses mental Welch mendeskripsikan beberapa proses berpikir yang merupakan bagian integral dari inkuiri ilmiah, yaitu: penalaran induktif, merumuskan hipotesis dan teori, penalaran deduktif, analogi, ekstrapolasi, sintesis dan evaluasi. Terdapat beberapa model inkuiri, yaitu: inkuiri induktif terbimbing dan tak terbimbing, inkuiri deduktif, dan pemecahan masalah. Sebagai contoh, seorang guru yang membawa siswanya keluar kelas dan meminta mereka untuk menentukan titik api sebuah lensa cembung merupakan aktivitas yang melibatkan siswa untuk melakukan inkuiri induktif terbimbing. Inkuiri induktif terbimbing merupakan bentuk pembelajaran yang berpusat pada guru. Sebaliknya, inkuiri induktif tak terbimbing merupakan inkuiri yang berpusat pada siswa. Metode ini memungkinkan siswa memilih gejala dan metode penyelidikan. Dalam bentuk inkuiri induktif, siswa terlibat secara aktif dalam pembelajaran tentang konsep dan gejala Sains melalui pengamatan, pengukuran dan pengumpulan data untuk menarik kesimpulan. Dalam inkuiri deduktif, siswa mengawali belajarnya melalui topik yang besar, kesimpulan, atau konsep umum dan bergerak menuju ke kasus-kasus khusus. Memecahkan masalah merupakan bentuk lain pembelajaran inkuiri. Guru yang menerapkan metode pemecahan masalah akan menggunakan perspektif bahwa siswa-siswa akan mengusulkan penyelesaian masalah dan mengajukan rekomendasi ke arah apa yang harus dikerjakan agar terjadi perubahan, peningkatan, pembetulan, pencegahan atau situasi yang lebih baik. Dalam pembelajaran Sains, guru diharapkan memiliki filosofi inkuiri, sehingga akan lebih berperilaku sebagai fasilitator pembelajaran, sedangkan siswa ditempatkan sebagai pusat pembelajaran. Oleh arena itu inkuiri merupakan filosofi utama dalam proses pembelajaran sains. Namun demikian, dalam pembelajaran Sains perlu juga digunakan metode pembelajaran lainnya.
3.Discovery Learning
J. Bruner telah mengembangkan belajar penemuan (discovery learning) yang berdasarkan kepada pandangan kognitif tentang pembelajaran dan prinsip-prinsip konstruktivis. Pada discovery learning siswa didorong untuk belajar secara mandiri. Siswa belajar melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk mendapatkan pengalaman dengan melakukan kegiatan yang memungkinkan mereka menemukan konsep dan prinsip-prinsip. Menurut Carin (1985), discovery merupakan suatu proses di mana anak atau individu mengasimilasi proses konsep dan prinsip-prinsip. Discovery terjadi apabila siswa terlibat secara aktif dalam menggunakan mentalnya agar memperoleh pengalaman, sehingga memungkinkan untuk menemukan konsep atau prinsip. Proses-proses mental itu melibatkan perumusan masalah, merumuskan hipotesis, merancang eksperimen, melaksanakan eksprimen, mengumpulkan dan menganalisis data, serta menarik kesimpulan. Di samping itu juga diperlukan sikap obyektif, jujur, hasrat ingin tahu dan terbuka (inilah yang dimaksud dengan sikap ilmiah).Discovery learning memiliki beberapa keuntungan, yaitu: (1) pengetahuan ang diperoleh dapat bertahan lebih lama dalam ingatan, atau lebih mudah diingat, dibandingkan dengan cara-cara lain, (2) dapat meningkatkan penalaran siswa dan kemampuan untuk berpikir, karena mereka harus menganalisis dan memanipulasi informasi untuk memecahkan permasalahan, (3) dapat membangkitkan keingintahuan siswa, memotivasi sisa untuk bekerja terus sampai mereka menemukan jawabannya.
4.Pembelajaran Sains Terpadu
Sains yang terdiri atas Kimia, Biologi dan Ilmu bumi sekilas kelihatan sangat berbeda satu dengan lainnya. Secara historis, cabang-cabang Sains telah disajikan sebagai satu kesatuan yang diskrit dan masing-masing terpisah-pisah menurut realismenya sendiri-sendiri. Perkembangan selanjutnya ternyata banyak kerja penting dan menakjubkan. Sains saat ini berada pada batas di mana beberapa cabang Sains bertemu sehingga hasil kerja tersebut sudah tidak jelas lagi apakah murni Fisika, Biologi, Kima atau Geologi. Dari sifat materi yang dipadukan, sekurang-kurangnya terdapat dua macam bentuk implementasi pembelajaran Sains terpadu, yaitu: 1. Pembelajaran Sains terpadu intra disiplin ilmu, jika materi yang dipadukan adalah materi-materi seperti: pokok bahasan, konsep, keterampilan, atau nilai-nilai dalam satu disiplin ilmu (misalnya dalam biologi).2. Pembelajaran Sains terpadu antar disiplin ilmu, jika materi yang dipadukan adalah konsep atau pokok bahasan suatu disiplin ilmu dengan disiplin ilmu yang lain. Pembelajaran Sains terpadu jenis ini dapat terjadi antara Fisika dan Kimia, atau Biologi dan Kimia, Fisika dan Kimia, atau Fisika, Kimia dan Biologi sekaligus.
D.Pembentukan Pengetahuan Sains, Teknologi Dan Masyarakat Dalam Pandangan Pendidikan IPA
Pembentukan Pengetahuan Pengetahuan yang dimiliki seseorang pada dasarnya berupa konsep-konsep. Konsep-konsep ini diproleh individu sebagai hasil berinteraksi dengan lingkungan. Dengan konsep-konsep dapat disusun suatu prinsip, yang dapat digunakan sebagai landasan dalam berpikir. Konsep didefinisikan oleh beberapa ahli sebagai berikut. Menurut Good (1973: 124), konsep adalah gambaran dari ciri-ciri, yang dengan ciri-ciri itu objek-objek dapat dibeda-bedakan. Menurut Yelon et al. (1971: 190), konsep adalah elemen umum dari sekelompok objek, peristiwa atau proses. Sedangkan menurut Kuslan dan Stone (1968: 79), konsep adalah sifat Khas yang diberikan pada sejumlah objek, proses, fenomena, atau peristiwa, yang dapat dikelompokkan berdasarkan sifat khas itu. Rumusan definisi yang dikemukakan diatas mengandung makna yang sama, yaitu konsep merupakan suatu abstraksi yang mengambarkan ciri-ciri umum dari sekelompok objek, proses, peristiwa, atau fenomena lainnya. Gagne (1985 ; III )
dan Gagne and Briggs (1974: 40) menyatakan bahwa konsep dapat digolongkan kedalam dua golongan yaitu konsep konkrit dan konsep terdefinisi. Konsep konkrit adalah konsep yang menunjukkan ciri-ciri atau atribut dari suatu objek, yaitu relatif mudah dikenali dengan indra. Contoh konsep konkrit misalnya konsep warna (merah, hijau), bentuk (bulat, datar), sifat (keras, lunak), dan sebagainya. Konsep terdefinisi adalah konsep yang dapat dikenali (dipahami) melalui definisi, jadi sifatnya abstrak. Contoh konsep terdefinisi misalnya konsep: penduduk, fertilitas, ovulasi, dan sebagainya. Praget (dalam Dahar, 1989: 159) melalui penelitiannya tentang bagaimana anak memperoleh konsep atau pengetahuan, berkesimpulan bahwa konsep atau pengetahuan itu dibangun dalam pikiran anak. Hasil penelitiannya ini yang menyebabkan ia dikenal sebagai konstruktivis pertama. Guston et-al (dalam Poedjiadi, 1995: 15) menyatakan bahwa paham konstruktivisme bertitik tolak dari mempelajari bagaimana individu belajar. Pandangan konstruktivisme dalam belajar adalah bahwa individu membangun maknanya sendiri apabila menerima input melalui sensornya. Dalam pembentukan pengetahuan melibatkan kegiatan berpikir. Ada tiga aspek yang diajukan Piaget (dalam Dahar, 1989: 110)
dalam membahas berpikir pada anak, yaitu isi, struktur dan fungsi. Isi ialah pola perilaku anak yang khas yang tercermin pada respons yang diberikannya terhadap berbagai masalah atau situasi yang dihadapinya. Jadi isi mengacu kepada tingkah laku yang nampak sebagai pencerminan dari kegiatan intelektual. Kerana itu isi berbeda dari umur ke umur dan satu anak ke anak lainnya. Isi ditentukan oleh struktur kognitif yang disebut skemata atau skema. Struktur kognitif adalah berupa fakta-fakta, konsep-konsep dan generalisasi-generalisasi yang ada dalam pikiran siswa. Struktuk mengacu pada sifat-sifat penataan (skemata) yang menjelaskan terjadinya tingkah laku tertentu. Skemata merupakan dasar untuk berpikir, untuk melakukan operasi-operasi logis, atau memahami sesuatu. Fungsi adalah cara yang digunakan organisme untuk membuat kemajuan intelektualnya. Proses terbentuknya pengetahuan pada individu sangat ditentukan oleh struktur kognitifnya, yang berupa konsep-konsep yang ada dalam pikirannya. Dengan konsep-konsep yang ada tersebut, memungkinkan individu dapat memikirkan sesuatu dengan cara adaptasi (baik asimilasi maupun akomodasi), yang kemudian hasil-hasilnya disistematikan dengan proses organisasi sehingga dihasilkan struktur (skemata) baru.
Dengan stuktur ini akan dihasilkan pola prilaku yang nampak. Piaget (dalam Dahar, 1989: 159) membedakan tiga bentuk pengetahuan berdasarkan sumber utamanya dan penstrukturannya. Tiga bentuk pengetahuan tersebut adalah pengetahuan fisik, pengetahuan logiko-matematik, dan pengetahuan sosial. Pengatahuan fisik meliputi pengetahuan tentang benda-benda dan sifat-sifatnya. Pengetahuan logiko-matematik diabstraksikan dari kegiatan, atau dari koordinasi kegiatan dan bukan bersumber dari onjek itu sendiri, sumber pengetahuan logika-matematik adalah proses berfikir dari individu itu sendiri. Sedangkan proses pembentukan logika-matematik ialah mengorganisasi tindakan menjadi pola tindakan yang lebih logis melalui modifikasi tindakan struktur kognitif. Pengetahuan sosial terjadi dari hasil interaksi manusia dengan manusia. Individu tidak mungkin memperoleh pengetahuan sosial tanpa berinteraksi dengan manusia lain. Pengetahuan ini didasarkan pada perjanjian sosial, suatu perjanjian atau kebiasaan yang dibuat manusia. Menurut Piaget (dalam Dahar, 1989: 159) pengetahuan sosial seperti nama hari dalam seminggu, tanda atom unsure-unsur, satuan besaran pokok, dapat dipelajari secara langsung, yaitu dari pikiran guru pindah ke pikiran siswa. Namun pengetahuan fisik dan pengetahuan logiko-matematik tidak secara langsung dan utuh dipindahkan dari pikiran guru ke siswa. Kedua pengetahuan ini tidak dapat diteruskan dalam bentuk sudah jadi, setiap siswa harus membangun sendiri pengetahuan itu.
E.Penguasaan Pengetahuan Sains, Teknologi dan Masysarakat
Penguasaan pengetahuan sains dan teknologi akan dikaitkan dengan aspek sosial, hal ini dikarenakan satu sama lain saling berkaitan. Untuk memperjelas hal tersebut, dapat diungkap melalui definisi-definisi yang dikemukakan oleh beberapa ahli. Sains, menurut Titus (1959:78), mengandung tiga definisi yaitu sebagai sejumlah disiplin ilmu, sebagai sekumpulan pengetahuan, dan sebagai metode-metode. Disamping itu ditegaskan pula bahwa sains merupakan suatu rangkaian konsep-konsep yang berkaitan dan berkembang dari hasil eksperimen dan observasi. Menurut Robert B. Sund (1973: 2), sains merupakan
suatu tubuh pengetahuan (body of knowledge) dan proses penemuan pengetahuan. Dengan demikian, pada hakekatnya sains merupakan suatu produk dan proses. Produk sains meliputi fakta, konsep, prinsip, teori dan hukum. Proses sains meliputi cara-cara memperoleh, mengembangkan dan menerapkan pengetahuan yang mencakup cara kerja, cara berfikir, cara memecahkan masalah, dan cara bersikap. Sains dirumuskan secara sistematis, terutama didasarkan atas pengamatan eksperimen dan induksi. Teknologi, menurut Fischer (1975), adalah totalitas alat yang dikembangkan oleh masyarakat untuk memperoleh objek-objek materi bagi makanan dan kenyamanan manusia. Menurut Poerwadarminta (1983), teknologi adalah ilmu pengetahuan dan kepandaian membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil industri
atau ilmu pengetahuan tentang cara membuat sesuatu yang berkenaan dengan hasil industri atau ilmu pengetahuan tentang cara membuat sesuatu atau melakukan sesuatu, sedangkan menurut UNESCO (1983), teknologi adalah sebagai berikut: ……..technology is the know-how and creative process that may utilize tools, resources, and systems, to solve problems, to enhance control over the natural an man-made environment in endeavour to improve the
human condition. Jadi secara ringkas dapat dikatakan bahwa, teknologi merupakan suatu perangkat keras ataupun perangkat lunak yang digunakan untuk memecahkan masalah bagi pemenuhan kebutuhan manusia. Sains melandasi perkembangan teknologi, sedangkan teknologi menunjang perkembangan sains, sains terutama digunakan untuk aktivitas discovery dalam upaya memperoleh penjelasan tentang objek dan fenomena alam, namun juga untuk aktivitas penemuan (invention), misalnya dalam penemuan rumus-rumus. Pengembangan sains ini tidak selalu dikaitkan dengan aspek kebutuhan masyarakat. Sedangkan teknologi, merupakan aplikasi sains yang terutama untuk kegiatan invention, berupa alat-alat atau barang-barang untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Jadi pengembangan teknologi selalu dikaitkan dengan kebutuhan masyarakat. Dengan demikian sains, teknologi dan masyarakat merupakan bagian yang tak terpisahkan (Poedjiadi, 1990 ; Yager, 1992: 4). Masyarakat , menurut Aikenhead (dalam Mariana, 1994: 29), adalah suatu lingkungan pergaulan sosial dan kaidah-kaidah yang dianut oleh suatu kelompok masyarakat. Menurut Poerwadarminta (1983), masyarakat adalah sehimpunan orang yang hidup bersama dalam suatu tempat dengan ikatan-ikatan dan aturan-aturan tertentu. Sedangkan, sosial adalah segala sesuatu yang mengenai masyarakat. Jadi, secara ringkas dapat dikatakan bahwa, masyarakat adalah sekelompok manusia yang memiliki wilayah, kebutuhan, dan norma-norma sosial tertentu. Sains, teknologi dan masyarakat satu sama lain saling berinteraksi. Interaksi ini dapat digambarkan seperti gambar sebagai berikut: Untuk mengungkap penguasaan pengetahuan sains dan teknologi tersebut, dapat dilakukan melalui suatu evaluasi. Evaluasi merupakan suatu pengukuran atau penilaian terhadap sesuatu prestasi atau hasil yang telah dicapai. Mengingat penguasaan sains dan teknologi dalam penelitian ini merupakan penguasaan sains dan teknologi yang berkaitan dengan aspek masyarakat, maka kriteria pengembangan evaluasinya dapat mengacu kepada pengembangan evaluasi dalam unit STS atau STM (sains, teknologi, masyarakat). Evaluasi dalam STM meliputi ruang lingkup aspek:
1.Pemahaman konsep sains dalam pengalaman kehidupan sehari-hari,
2.Penerapan konsep-konsep dan keterampilan-keterampilan sains untuk masalah-masalah teknologi sehari-hari,
3. Pemahaman prinsip-prinsip sains dan teknologi yang terlibat dalam alat-alat teknologi yang dimamfaatkan masyarakat,
4. Penggunaan proses-proses ilmiah dalam pemecahan masalah-masalah yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari,
5. Pembuatan keputusan-keputusan yang berhubungan dengan kesehatan, nutrisi, atau hal-hal lain yang didasarkan pada konsep-konsep ilmiah. (Varella, 1992:87-88)
F.STM dan Literasi Sains dan Teknologi
Pendidikan IPA atau pendidikan sains pada hakekatnya merupakan upaya pemahaman, penyadaran, dan pengembangan nilai positif tentang hakekat sains melalui pembelajaran. Sains pada hakekatnya merupakan ilmu dan pengetahuan tentang fenomena alam yang meliputi produk dan proses. Pendidikan sains merupakan salah satu aspek pendidikan yang
menggunakan sains sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan umumnya yakni tujuan pendidikan nasional dan tujuan pendidikan sains khususnya, yaitu untuk meningkatkan pengertian terhadap dunia alamiah (Amien, 1992: 19-20).
Untuk penyusunan materi pendidikan sains, Kirham (dalam Wellington, 1989: 136) menyarankan bahwa sains hendaknya merupakan akumulasi dari content, process, dan context. Content, menyangkut kepada hal-hal yang berkaitan dengan fakta, definisi, konsep, prinsip, teori, model, dan terminologi. Process, berkaitan dengan metodologi atau keterampilan untuk memperoleh dan menemukan content. Context, berkaitan dengan kepentingan sosial baik individu maupun masyarakat atau kepentingan-kepentingan lainnya yang berhubungan dengan perlunya pengembangan dan penyesuaian pendidikan sains untuk menghadapi tantangan kemajuan jaman sekarang ini. Tantangan pendidikan sains dewasa ini adalah perlu sesuai dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta perlu dapat mengantisipasi masalah-masalah sosial yang berkaitan dengan sains dan teknologi tersebut. Untuk kepentingan itu, pengajaran sains dewasa ini perlu dikaitkan dengan aspek teknologi dan masyarakat. Pengajaran yang mengkaitkan sains dengan teknologi dan masyarakat, dikenal dengan pengajaran dengan pendekatan STM atau STS. Pendekatan Science-Technology-Society atau STS ini pertama kali dikembangkan di Amerika Serikat pada tahun 1980-an, selanjutnya dikembangkan pula di Inggris dan Australia. National Science Teacher Association atau NSTA, mendefinisikan STS sebagai belajar/mengajar sains dan teknologi dalam konteks pengalaman manusia (Poedjiadi, 1994:
1). Berkenaan dengan strategi pelaksanaan pendekatan STM, Anna Poedjiadi (1995: 4) mengemukakan hal sebagai berikut: Pelaksanaan pendekatan STM dapat dilakukan melalui tiga macam strategi. strategi pertama, menyusun topik-topik tertentu yang menyangkut konsep-konsep yang ingin ditanamkan pada peserta didik. Pada awal perubahan tiap topik, guru memperkenalkan atau menunjukkan kepada peserta didik adanya isu atau masalah dilingkungan peserta didik atu menunjukkan aplikasi sains atau suatu produk teknologi yang ada dilingkungan mereka. Masalah atau isu yang ada dilingkungan masyarakat dapat pula diusahakan agar ditemukan oleh peserta didik sendiri setelah guru membimbing dengan cara-cara tertentu. Melalui kegiatan eksperimen atau diskusi kelompok yang dirancang oleh guru akhirnya dibangun atau dikonstruktur pengetahuan pada peserta didik, dalam hal ini pengetahuan yang berbentuk konsep-konsep . Strategi ini mirip dengan stategi pendidikan IPA terpadu. Perbedaannya ialah bahwa pada program STM, isu atau masalah harus diangkat pada awal pembahasan topik yang diajarkan, sedangkan dalam IPA terpadu tidak mutlak harus dilaksanakan demikian. Strategi kedua, menyajikan suatu topik yang relevan dengan konsep-konsep tertentu yang termasuk dalam GBPP. Pada saat membahas konsep-konsep tertentu suatu topik yang relevan telah dirancang sesuai strategi pertama dapat diterapakan dalam pembelajaran. Dengan demikian program STM merupakan suplemen dari kurikulum. Strategi ketiga, mengajak peserta didik untuk berpikir dan menemukan aplikasi konsep sains dalam industri atau produk teknologi yang ada di masyarakat di sela-sela kegiatan belajar berlangsung, contoh-contoh adanya aplikasi konsep sains, isu atau masalah sebaiknyadperkenalkan pada awal pokok bahasan tertentu untuk meningkatkan motivasi peserta didik mempelajari konsep-konsep selanjutnya atau mengarahkan perhatian peserta didik kepada materi yang akan dibahas sebagai apersepsi. Pengajaran dengan pendekatan STM dapat meningkatkan literasi sains dan teknioplogi individu. Literasi dapat diartikan sebagai kemampuan untuk membaca dan menulis, atau kemampuan berkomunikasi melalui tulisan dan kata-kata. Literasi sains (scientific literasi), dapat diartikan sebagai pemahaman atas sains dan aplikasinya bagi kebutuhan masyarakat. Literasi teknologi, dapat diartikan sebagai kemampuan melaksanakan teknologi yang didasari kemampuan identifikasi, sadar akan efek hasil teknologi, dan mampu bersikap serta mampu menggunakan alat secara aman, tepat, efesien dan efektif. Adapun literasi sains dan teknologi (literasi sains dan teknologi untuk semua orang yang diusulkan untuk pendidikan dasar di Indonesia), dapat diartikan sebagai kemampuan menyelesaikan masalah dengan menggunakan konsep-konsep sains, mengenal teknologi yang ada beserta dampaknya di sekitar, mampu menggunakan produk teknologi dan memeliharanya, kreatif membuat produk teknologi sederhana, dan mampu mengambil keputusan berdasarkan nilai. Krakteristik individu yang memilki literasi ilmiah adalah sebagai berikut: (a) bersikap positif terhadap sains, (b) mampu menggunakan proses sains, (c) berpengatahuan luas tentang hasil-hasil riset, (d) memilki pengetahuan tentang konsep dan prinsip sains, serta mampu menerapkannya dalam teknologi dan masyarakat, (e) memilki pengertian hubungan antara sains, teknologi, masyarakat dan nilai-nilai manusia, (f) berkemampuan membuat keputusan dan terampil menganalisis nilai untuk pemecahan masalah-masalah masyarakat yang berhubungan dengan sains tersebut (Rubba, 1993: 428).
Adapun individu yang literat teknologi menurut M.J. Dyrenfurth (dalam Poedjiadi, 1994: 34) , memiliki karakteristik: (a) tahu penggunaan dan pemeliharaan produk teknologi, (b) sadar tentang proses dan prinsip teknologi, (c) sadar tentang akibat teknologi terhadap masyarakat, (d) mampu mengevaluasi proses dan produk teknologi, (e) mampu membuat hasil teknologi alternatif yang sederhana. Sains-Teknologi-Masyarakat (STM) merupakan perekat yang mengkaitkan sains, teknologi, dan masyarakat secara terintegrasi. STM merupakan salah satu alternatif konsep untuk penyempurnaan dan penyesuaian pendidikan sains dewasa ini. Konsep ini dapat diwujudkan dalam bentuk pendekatan atau materi pelajaran. STM dikembangkan untuk meningkatkan literasi ilmiah individu agar mengerti bagaimana sains, teknologi dan masyarakat, berpengaruh satu sama lain, serta untuk meningkatkan kemampuan menggunakan pengetahuan didalam membuat keputusan. Dengan demikian individu tersebut dapat menghargai sains dan teknologi dalam masyarakat, dan mengerti keterbatasan-keterbatasannya (Yager, 1998: 276).
bidang studi. Siswa di kelas rendah mengikuti pola keterpaduan antar bidang, karena masih mengunakan sistem guru kelas. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah salah satu bidang studi yang rumit, karena ruang lingkupnya sangat luas dan merupakan gabungan dari ilmu-ilmu sosial, seperti geografi, ekonomi, sejarah, sosiologi, dan antropologi. IPS memfokuskan perhatiannya pada peranan manusia dalam masyarakat terutama dalam situasi global saat ini.. Melalui proses pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM akan mengantarkan siswa untuk bisa melihat ilmu sebagai dunianya. STM berusaha menjembatani antara ilmu dan masyarakat, sehingga ilmu yang diperoleh di bangku sekolah akan sangat terasa manfaatnya apabila diterapkan dalam masyarakat. Menurut Yager, secara umum pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM memiliki karakteristik sebagai berikut:
1.Identifikasi masalah-masalah setempat yang memiliki kepentingan dan dampak
2.Penggunaan sumber daya setempat (manusia, benda, lingkungan) untuk mencari informasi yang dapat digunakan dalam memecahkan masalah
3.Keterlibatan siswa secara aktif dalam mencari informasi yang dapat diterapkan untuk memecahkan masalah-masalah dalam kehidupan sehari-hari
4.Penekanan pada ketrampilan proses
5.Kesempatan bagi siswa untuk berperan sebagai warga negara dimana ia mencoba untuk memecahkan masalah-masalah yang telah diidentifikasi
6.Identifikasi bagaimana sains dan teknologi berdampak pada masyarakat di masa depan
7.Kebebasan atau otonomi dalam proses belajar
Pembelajaran dengan menggunakan pendekatan STM dilandasi oleh dua hal penting, yaitu: (1) adanya keterkaitan yang erat antara sains, teknologi, dan masyarakat yang dalam pembelajarannya menganut pandangan konstruktivisme, yang menekankan bahwa si pembelajar membentuk atau membangun pengetahuannya melalui interaksinya dengan lingkungan; (2) dalam pembelajaran terkandung lima ranah, yaitu pengetahuan, sikap, proses, kreativitas, dan aplikasi..
Standar isi kurikulum, menyatakan bahwa Sains (IPA), termasuk pada kelompok kajian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi merupakan kelompok mata pelajaran ilmu yang dimaksudkan untuk:1. mengenal, menyikapi, dan mengapresiasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta menanamkan kebiasaan berpikir dan berperilaku ilmiah yang kritis, kreatif dan mandiri. 2. memperoleh kompetensi dasar ilmu pengetahuan dan teknologi serta membudayakan berpikir ilmiah secara kritis, kreatif dan mandiri, dan 3. menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi, membentuk kompetensi, kecakapan, dan kemandirian kerja. Standar Isi (Permen 22 tahun 2006) tersebut juga menyebutkan bahwa Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) atau Sains berhubungan dengan cara mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Standar Isi memuat tujuan mata pelajaran IPA/Sains, yaitu agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut:
1.Meningkatkan keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan keberadaan, keindahan dan keteraturan alam ciptaanNya.
2.Mengembangkan pemahaman tentang berbagai macam gejala alam, konsep dan prinsip IPA yang bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3.Meningkatkan kesadaran untuk berperanserta dalam memelihara, menjaga, dan melestarikan lingkungan serta sumber daya alam.
4.Mengembangkan pemahaman dan kemampuan IPA untuk menunjang kompetensi produktif.
Pendidikan IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Proses pembelajaran menekankan pada pemberian pengalaman secara langsung untuk mengembangkan kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah. Pendidikan Sains diarahkan untuk inkuiri dan berbuat sehingga dapat membantu peserta didik untuk memperoleh pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar.Pendekatan yang digunakan dalam pembelajaran Sains berorientasi pada siswa. Peran guru bergeser dari menentukan apa yang akan dipelajari, bagaimana menyediakan dan memperkaya pengalaman belajar siswa. Pengalaman belajar dapat diperoleh melalui serangkaian kegiatan untuk mengeksplorasi lingkungan melalui interaksi aktif dengan teman,
lingkungan dan sumber lain. Dalam melaksanakan pembelajaran Sains, ada beberapa pertimbangan yang perlu diperhatikan, yaitu:
(1) Empat pilar pendidikan (belajar untuk mengetahui, belajar untuk berbuat, belajar untuk hidup dalam kebersamaan, dan belajar untuk menjadi dirinya sendiri) (2) Hakekat Sains(3) Inkuiri Sains(4) Sains, Lingkungan, Teknologi, dan Masyarakat (Salingtemas) (5) Pemecahan Masalah(6) Pembelajaran Sains yang bermuatan nilai
Pembelajaran Sains diharapkan ada penekanan pembelajaran Salingtemas (Sains, lingkungan, teknologi, dan masyarakat) yang diarahkan pada pengalaman belajar untuk merancang dan membuat suatu karya melalui penerapan konsep IPA dan kompetensi bekerja ilmiah secara bijaksana (Permen 22 tahun 2006). Pembelajaran IPA sebaiknya dilaksanakan secara inkuiri ilmiah (scientific inquiry) untuk menumbuhkan kemampuan berpikir, bekerja dan bersikap ilmiah serta mengkomunikasikannya sebagai aspek penting kecakapan hidup. Oleh karena itu pembelajaran IPA di SD/MI; SMP/MTs/SMPLB; SMA/MA/SMALB; SMK/MAK menekankan pada pemberian pengalaman belajar secara langsung melalui penggunaan dan pengembangan keterampilan proses serta menumbuhkan kembangkan sikap ilmiah. Seperti telah kita ketahui bahwa terdapat berbagai metode dalam pembelajaran seperti metode ceramah, tanya jawab, penugasan dan latihan, demonstrasi, ekspserimen, diskusi dan sebagainya. Penggunaan metode dan pendekatan
pembelajaran yang tepat dan bervariasi diharapkan dapat meningkatkan aktivitas belajar siswa, dan dengan meningkatnya aktivitas selama pembelajaran diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa. Oleh karena itu yang menjadi masalah utama dalam pembelajaran Sains adalah strategi pembelajaran apa yang sesuai untuk pembelajaran Sains. Strategi pembelajaran, dimaknai dengan pengertian sebagai berikut. Strategi pembelajaran adalah siasat atau kiat yang sengaja direncanakan oleh guru, berkenaan dengan segala persiapan pembelajaran agar pelaksanaan pembelajaran berjalan dengan lancar dan tujuannya yang berupa hasil belajar bisa tercapai secara optimal. Srategi pembelajaran juga berati: seperangkat kebijaksanaan yang terpilih, yang telah dikaitkan dengan faktor yang menentukan warna atau strategi tersebut, misal 1) pemilihan materi, 2) penyaji materi, 3) cara penyajian materi, 4) sasaran penerima.Seperti telah diutarakan di atas, pembelajaran Sains seharusnya melibatkan siswa secara aktif untuk
berinteraksi dengan objek konkrit. Hal ini juga berarti bahwa pembelajaran Sains harus berpusat pada anak didik. Namun, sebagaimana telah diungkapkan oleh Supriyono Koes (2003) bahwa kenyataan di lapangan menunjukkan beberapa fakta dalam pembelajaran Sains, antara lain: (1) metode ceramah merupakan metode yang paling dominant dalam pembelajaran Sains dengan guru sebagai pengendali dan aktif menyempaikan informasi, sedangkan metodemetode lain seperti metode penugasan dan latihan, metode demonstarasi dan metode proyek biasanya diabaikan atau jarang digunakan, (2) guru bertugas menyampaikan isi seluruh isi buku ajar dan (3) teknik inkuiri diabaikan dan jarang digunakan dengan alasan khawatir tidak mampu menghabiskan materi pelajaran.
Pembahasan dalam tulisan ini ditekankan pada hakekat Sains, pembelajaran inkuiri, serta keterampilan proses. Karena di samping keterkaitannya dengan esensi Sains, juga karena keterpihakannya secara filosofis. Filsafat inkuiri berimplikasi bahwa guru memandang
siswa sebagai orang yang berfikir, beraktivitas dan bertanggungjawab serta termilikinya sikap ilmiah lainnya.
Minggu, 01 Maret 2009
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar